Wilayah Darma masuk pada wilayah kekuasaan Kerajaan kecil Kuningan yang saat itu dipimpin Adipati Kuningan, Kuningan sendiri bergabung ke Kasultanan Cirebon setelah Cirebon dipimpin oleh Syeh Sarif Hiidayatullah atau sering disebut Sunan Gunungjati pada saat itu muncul pedukuhan-pedukuhan di Kuningan termasuk Darma. dalam Wangsit Damarwulan disebutkan Darma Berdiri 9 tahun 7 bulan setelah Syeh Syarif Hidayatullah dinobatkan sebagai Raja Kerajaan Cirebon (Kasultanan Cirebon) Datuk Kaliputah yang datang dari Aceh untuk berguru ke Syeh Syarif Hidayatullah kemudian mendapat tugas menyebarkan Islam di daerah perbatasan dengan Kerajaan Galuh bersama dua rekannya yaitu Syeh karibullah dan Syeh Rama Haji Ireungan. Syeh Rama Haji Ireungan datang ke Darma lebih dulu dua hari kemudian menyusul Syeh Karibullah dan 12 hari kemudian baru Syeh Datuk kaliputah. Kalau dirunut dari tahun dinobatkannya Syeh Syarif Hidayatullah tahun 1492 M maka Pedukuhan Darma berdiri sekitar tahun 1502 M,
Kepercayaan Masyarakat Darma sebelum Islam masuk menganut kepercayaan animisme dan dinamisme mereka menyembah pohon-pohon dan batu besar, persembahan mereka dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti misalnya mau tandur dan panen hasil bumi. sedangkan tempat yang digunakan untuk pemujaan adalah pohon dan batu besar di balong girang dengan sebuah upacara yang dipimpin oleh orang yang dituakan waktu itu yaitu ki jantika, ritual mereka menyuguhkan sesajen mulai dari rujak-rujakan, arak, kopi, daweugan(kelapa muda), congcot(tumpeng), bakakak(bekakak ayam) dan lain sebagainya persembahan mereka katanya untuk para leluhur yang menjaga darma dengan tokoh terkenalnya yaitu embah utun. embah utun sendiri adalah tokoh jin kapir yang menyesatkan masyarakat darma dan kemudian menjadi petaklukan Datuk Kaliputah atau lebih dikenal dengan Embah Damarwulan dan kemudian masuk Islam dan menjadi pengikut setia Damarwulan.
Darma dibentuk dari Siloka Darajat yang 5 (Lima) yang merupakan motto atau visi misinya(dalam bahasa kekinian) Pemimin Darma yang pertama yaitu Datuk Kaliputah, siloka derajat yang 5 itu adalah;
1. Dawamkeuna
2. Artikeuna
3. Rasakeuna
4. Mernahkeuna
5. Amalkeuna
1. D; “dawamkeun kalimah-kalimah muja kanu kawasa” ini adalah merupakan anjuran sekaligus keinginan Datuk Kaliputah yang bersifat umum untuk seluruh masyarakat Darma yang boleh jadi pada waktu itu masih heterogen dari sisi kepercayaan ketuhanan, ada kasundaan, hindu-budha dan Islam. Walaupun beliau mengemban misi penyebaran Islam beliau masih mengayomi masyarakat dengan kepercayaan lain Dan untuk Islam sendiri adalah merupakan anjuran untuk melaksanakan Ibadah kepada Allah sesuai dengan Rukun Islam yang Lima, sebab “kalimah muja kanu kawasa” semuanya tercermin dalam Rukun Islam.
2. A; “artikeuna ku elmu pangaweuruh” maknai kalimah-kalimah muja kanu kawasa dengan ilmu pengetahuan, sebab kalimah muja kanu kawasa harus tercermin dalam setiap asfek kehidupan social ekonomi, politik, agama dan budaya. Ini adalah sebuah cita-cita yang luhur bahwa darma harus dibangun dan maju dengan Ilmu pengetahuan baik Agama maupun umum.
3. R; “rasakeun kaendahan jeung kaagungan ciptaana” camkan dalam hati bahwa betapa besar ciptaan yang maha kuasa sehingga masyarakat darma harus lebih banyak mawas diri dan introsfeksi, jangan sombong dan takabur, jangan mengumbar nafsu sebab kita sebagai makhluk tak punya daya dan upaya kecuali atas kehendakNya.
4. M; “mernahkeun nikmat-nikmatna, tasyakur binikmat” Datuk Kaliputah menganjurkan kepada masyarakat untuk selalu bersyukur kepada yang Maha Kuasa atas segala nikmat yang telah dilimpahkanNya.
5. A; “amalkeun najan sasieureun sabeunyeureun” mengadung arti bahwa segala sesuatu yang telah kita miliki harus pula dapat dirasakan oleh yang lain, sekecil apapun Ilmu dan Harta yang kita miliki harus bisa memberikan manfaat kepada yang lain, ta awanu alal birri wat taqwa wala ta awanu alal itsmi wal udhwan “ tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam keburukan dan kekufuran.
Maka apabila DARMA ini dilaksanakan akan terbangunlah sebuah negri Baldatun Toyyibatun Warobbun Gofur sebuah negri yang aman, tentrem loh jinawi sebuah negri yang subur makmur dipenuhi Rohmat/magfiroh Allah yang dibingkai (anu diwengku) dengan Ilmu Pengetahuan.
Lalu timbul pertanyaan kenapa kata DARMA yang digunakan? kata darma digunakan sebagai nama pedukuhan karena kanjeng syeh datuk kaliputah masih mengayomi adat istiadat masyarakat setempat dan nama yang dipakai saat itu, pada saat itu nama yang telah lebih dulu populer adalah Darmaloka yang diambil dari kata dharma dan aloka, dharma yang berarti ajaran yang dianut masyarakat dan aloka adalah tempat yang digunakan untuk ritual kepercayaan. kemudian kanjeng syeh mengambil kata "darma" nya untuk digunakan atau dipakai nama sebuah pedukuhan (Pedukuhan Darma) dengan merubah pondasinya bukan lagi dharma sebagai ajaran kepercayaan namun DARMA dengan "5 siloka darajat" sebagaimana yang diuraikan di atas.
(sumber Naskah Sunda kuno "Wangsit Damarwulan"
Dokumen Masa Pendudukan Belanda
bersambung...